Peranan Filsafat Pendidikan dalam Pemecahan
Masalah Pendidikan
Pendekatan CBSA dalam belajar adalah
melaksanakan prinsip-prinsip pengaktifan peserta didik dalam belajar. Dengan
demikian, situasi belajar harus menantang dan merangsang daya cipta serta
kreativitas peserta didik untuk berpikir dan menemukan sendiri atau membangun
pengetahuan yang berupa konsep-konsep secara mandiri.
Prinsip-prinsip dalam CBSA
meliputi prinsip motivasi, prinsip latar belakang, prinsip keterangan pada
fokus tertentu, prinsip hubungan sosial, prinsip belajar sambil bekerja,
prinsip perbedaan individu, prinsip ingin mengetahui, dan prinsip pemecahan masalah.
Langkah-langkah dalam
melaksanakan keterampilan proses adalah dimulai dari menyadari adanya masalah, kemudian
merumuskan masalah. Pada akhirnya ditarik kesimpulan dari penelitian yang
dilakukan. Keterampilan-keterampilan mendasar dalam keterampilan proses,
meliputi mengamati atau mengobservasi, menghitung, mengukur, mengklasifikasi,
membuat hipotesis, merencanakan eksperimen, menginterpretasi data, melakukan
inferensi, memprediksi, mengaplikasikan, dan mengkomunikasikan.
Nilai merupakan tingkat atau
derajat yang diinginkan oleh manusia, merupakan tujuan dari kehendak manusia
yang benar, ditata menurut susunan tingkatannya. Antara lain urutannya,
pertama-tama dinilai dengan nilai hedonis (kenikmatan), lalu nilai utulitaris
(kegunaan), kemudian berturut-turut nilai dari segi biologi, nilai dari
estetika (keindahan, kecantikan), nilai-nilai pribadi (susila, baik), dan
paling tinggi adalah nilai religius.
Latar belakang pemikiran program
STM adalah bahwa peserta didik yang telah belajar sains di sekolah tidak dapat
menggunakan atau menerapkan konsep-konsep yang diperoleh di sekolah untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya atau menganalisis
isu-isu yang ada di lingkungannya. Pengajaran sains dirasakan membosankan atau
terlalu sukar. Reformasi dalam pendidikan sains ini dilaksanakan di Amerika
pada tahun 1980.
Pendekatan STM di Indonesia dapat
digunakan untuk topik-topik yang berkaitan dengan kebutuhan dan fenomena di
masyarakat. Jadi seharusnya dapat pula dilakukan dalam pendidikan ilmu-ilmu
sosial. Andaikata pendekatan ini dilakukan 2 kali dalam satu semester tampaknya
sudah menambah kepedulian peserta didik terhadap lingkungannya. Disamping itu
pendekatan STM diharapkan dapat meningkatkan kemampuan melaksanakan transfer
belajar. daya analisis dan kreativitas peserta didik dalam menyelesaikan
masalah di lingkungan masyarakat.
No comments:
Post a Comment