ASESMEN PERKEMBANGAN KOGNITIF PADA ANAK PAUD


Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
            Perkembangan kognitif terkait erat dengan perkembangan intelektual dan pertumbuhan mental yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kematangan fisik, pengalaman dan interaksi anak dengan orang-orang di sekitarnya.
            Ada beberapa teori yang memberikan kontribusi besar dalam menjelaskan perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah teori konstruktivist, sosiokultural dan kecerdasan majemuk.
            Tahapan perkembangan kognitif untuk anak usia dini (0-8 tahun) menurut piaget terdiri dari tahap sensori motor (0-2 tahun), tahap pra-operasional (2-7 tahun), operasional konkret (7-11 tahun)
            Tahap sensori motor terdiri dari refleks-refleks, primary circular reaction yang ditandai dengan indera-indera dan skema-skema, secondary circular reaction yang ditandai dengan orientasi terhadap objek, imitasi perilaku, sebab akibat secara fisik, tertiary circular reaction yang ditandai dengan meningkatnya keingintahuan dan eksplorasi anak, belajar secara trial and error.
            Tahap pra-operasional ditandai dengan penggunaan cara berpikir simbolis untuk memahami lingkungan sekitarnya, cara berpikir egosentris, berkembangnya imajinasi dan ekspresi diri anak, karakteristik berpikir yang meliputi sentrali, egosentrisme, ketidakmampuan memahami konservasi.
            Karakteristik berpikir pra operasional pada anak pra sekolah terdiri dari berpikir berdasarkan persepsi, berpikir uni dimensi, irreversibilitas, penalaran transduktif, egosentrisme.
            Eksperimen Peaget tentang kategorisasi terdiri dari konservasi angka dimana anak diperlihatkan dua set benda yang sama jumlahnya tetapi disusun dengan pola yang berbeda, konservasi kuantitas yang berkesinambungan dimana pada anak diperlihatkan dua kontainer yang berbeda bentuknya namun berisi sejumlah air yang sama, pengelompokan dimana anak diminta mengelompokkan objek yang memiliki warna, bentuk dan ukuran yang berbeda.
            Contoh hasil/perkembangan kognitif dan belajar anak usia 6 tahun antara lain anak mengenali warna-warna (merah, orange, kuning, hijau, biru, ungu), dan bentuk geometri, memahami dimensi dan hubungan, perbedaan ukuran, konsep sains sederhana, angka, fungsi uang, perbedaan rasa, mampu mengekspresikan pikiran dan ide-ide, menggambar sederhana, membuat kalimat sederhana, dan membedakan jenis kelamin.
                                              
Asesmen Perkembangan Kognitif pada Anak Usia Dini
            Berdasarkan “The National Educational Goals Panel”, penggunaan asesmen yang tepat adalah mengakses untuk meningkatkan perkembangan dan belajar anak, mengakses untuk mengidentifikasi kesehatan dan pelayanan yang diberikan pada anak, mengakses untuk memonitor kecenderungan dan mengevaluasi program dan pelayanan, dan mengakses prestasi akademik untuk akuntabilitas anak, guru dan sekolah. Adapun The National Goals Panel tersebut dibentuk untuk memperbaiki cara mengases kesiapan anak masuk sekolah.
            Penulis-penulis konstruktif NAEYC, seperti Kamii & Kamii (1990) dalam bukunya “Achievement Testing in the Early Grades: The Games Grown-ups Play” menyebutkan satu per satu penyalahgunaan dari tes ini berikut ini.
            1.   Hasil dari tes yang distandarisasi mungkin tidak layak digunakan sebagai tes penyeleksian kesiapan untuk keputusan penempatan anak.
            2.   Pengadaan tes yang distandarisasi lebih menekankan pada pada kurikulum akademik yang seharusnya dilokalisasi, tidak disentralisasi.
            3.   Tes prestasi seringkali tidak mencerminkan teori atau penelitian yang ada tentang bagaimana anak-anak belajar.
            4.   Banyak sekolah “mengajarkan tes pada anak” untuk menaikkan nilai sekolah.
            5.   Tes yang distandarisasi tidak dapat memprediksi  prestasi yang akan dicapai anak di masa depan.
            Peran pendidik dalam menyikapi tren adanya tes untuk AUD.
            1.   Tes terhadap anak-anak seharusnya tidak terjadi, jika tidak dapat memperlihatkan hasil-hasil yang bermanfaat.
            2.   Mengetahui usia dan tahapan perkembangan anak, memahami perbedaan laju perkembangan setiap individu perlu dijadikan dasar untuk mengukur kemajuan setiap anak. Guru harus memperhatikan jika ada anak yang tidak menunjukkan  kemajuan dalam perkembangannya. Dalam hal ini, evaluasi dengan menggunakan instrumen yang distandarisasi mungkin akan bermanfaat.
            3.   Jika asesmen formal digunakan, maka isi, bentuk, validitas, dan standar interprestasi harus sesuai dengan tujuan dari asesmen tersebut.
            4.   Jika tes diagnosis dilakukan untuk menentukan penyebab atau tingakat kelambatan perkembangan, pertimbangan-pertimbangan berikut harus diperhatikan.
                        1.   Tes harus dijalankan oleh seorang yang profesional dan ahli dengan menggunakan tes-tes yang diseleksi secara benar (dianjurkan lebih dari satu tes).
                        2.   Anak jangan dipaksa berpisah dari orang tuanya yang dapat menyebabkan stres pada anak yang tidak semestinya terjadi. Hal ini juga akan berpengaruh negatif terhadap hasil tes.
                        3.   Tes-tes yang terdiri dari tugas-tugas terpisah yang hasilnya dalam bentuk skor, tidak memberikan gambaran lengkap tentang bagaimana anak menggunakan kemampuannya dalam konteks interaksi setiap hari, sehingga asesmen harus terdiri dari rentang kriteria yang lebih luas.
                        4.   Hasil tes tidak seharusnya dianggap lebih tepat dalam membuat keputusan tantang anak, dibandingkan dengan hasil informasi dari keluarga, guru dan observasi langsung terhadap anak.
            Tujuan tes seharusnya dapat meningkatkan performasi anak, bukan hanya memonitor untuk mengukur keefektifan program, kinerja guru, dan sekolah.
            Tes harus dilaksanakan secara individual. Anak-anak masih berkembang kemampuannya sehingga tes yang dilakukan dalam kelompok tidak tepat untuk anak usia dini.
            Tes formal harus didasarkan pada kemampuan anak (skill based), dibandingkan dengan secara lisan atau tulisan, sehingga anak dapat melengkapi tugasnya tanpa dibatasi waktu dan anak merasa didukung oleh orang yang melakukan tes.

            Mempersiapkan anak untuk tes sewajarnya. Keluarga dan guru yang terlalu semangat dalam mempersiapkan anak-anak menghadapi item-item dalam tes, dapat mengacaukan hasil tes.

1 comment:

  1. Assalamualaikum pak.. makalahnya bagus pak.. ohya pak boleh saya minta kusioner untuk mengukur tingkat kognitif anak?makasih sebelumny

    ReplyDelete